KIBLAT.NET – Cabang Al-Qaidah Yaman kembali kehilangan tokoh sentralnya. Setelah –belum lama—kehilangan muftinya, Syaikh Ibrahim Ar-Rubaish pada 12 April 2015 lalu, kini AQAP harus rela kehilangan ulama senior yang syahid diterjang drone AS.
Serangan demi serangan AS lewat drone benar-benar membuktikan betapa biadabnya “negara koboy” ini. Hal ini juga membuktikan bahwa sebenarnya AS ketakutan dan kewalahan menghadapi para mujahidin, sehingga menggunakan cara picik seperti itu.
Tepatnya 21 April 2015, salah satu senior Al-Qaidah, Syaikh Nasir bin Ali Al-Ansi menjemput kesyahidan. Tetapi pihak AQAP, secara resmi baru mengumumkan kesyahidannya pada 7 Mei 2015.
Telah dikenal, bahwa pengalaman jihadnya begitu luas karena telah melanglang buana di berbagai bumi jihad. Bosnia, Kashmir, Tajikistan, Afghanistan dan Yaman adalah saksi bisu dari kisah perjuangan jihad senior Al-Qaidah asli Yaman ini. Sehingga sudah maklum, bahwa posisinya di dalam Al-Qaidah begitu penting sebagai salah satu jajaran petinggi Al-Qaidah.
Menurut dokumen yang ditemukan saat penyerangan Syaikh Usamah bin Ladin pada Mei 2011, Nasir Al-Ansi sebelumnya pernah diangkat sebagai manajer umum di tandzim Al-Qaidah global. Bahkan ia juga pernah dikirim oleh Syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah secara langsung ke Kabul untuk menjadi amir di sana.
Rangkaian Jihad Syaikh Nasir bin Ali Al-Ansi
Kota Taiz, Yaman adalah tempat kelahiran Al-Ansi, yaitu tepatnya pada bulan Oktober 1975. Informasi terkait masa kecil hingga beranjak dewasa tentangnya amatlah sedikit. Hanya diketahui, Al-Ansi pernah terdaftar di Universitas Iman yang dipimpin oleh Syaikh Abdul Majid Az-Zindani pada tahun 1993.
Pengalaman jihadnya mulai terasah sejak tahun 1995 di Bosnia Herzegovina. Ia berperan aktif dalam jihad Bosnia melawan tentara Serbia yang melakukan genosida di negara Semenanjung Balkan ini. Ulama Yaman ini tergabung dalam Detasemen Mujahid Muslim Bosnia (Bosnian Muslim El-Mudžahid Detachment of the Republic of Bosnia and Herzegovina). Al-Ansi menetap di Bosnia selama satu tahun dan menimba ilmu kemiliteran di sana sebelum kembali ke negara asalnya, Yaman.
Setelah setahun berlalu, Al-Ansi mengurungkan niat untuk kembali ke Yaman dan bertolak ke Kashmir. Ia berniat berjihad di sana membela umat Islam yang tertindas. Namun, rencana itu batal karena dihalangi oleh pemerintah Pakistan. Lantas, apakah Al-Ansi menyerah dan kembali ke Yaman setelah ini? Tidak, ia memilih berlabuh di bumi jihad Afghanistan.
Pada kesempatan inilah ia bertemu dengan para senior Al-Qaidah, Abu Hafs Al-Masri dan Saif Al-Adel. Akhirnya, Al-Ansi dan beberapa anggota Al-Qaidah lainnya mencoba masuk ke Tajikistan untuk berjihad di sana. Namun, Allah belum mengijinkan mereka masuk ke negara pecahan Uni Soviet ini karena badai salju ekstrim.
Setelah gagal dua kali masuk ke negara yang berbeda untuk berjihad, pada tahun 1997 ia kembali ke Yaman. Tetapi pada 1998, ia kembali melanglang buana ke Afghanistan. Ia diterima dengan baik oleh Syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah dan ditempatkan di Kabul untuk menjadi amir di ibukota Afghan ini.
Al-Ansi kemudian dipercaya masuk ke dalam kamp khusus Al-Qaidah. Ia diberi pelatihan yang intens dan khusus dari para pemimpin senior Al-Qaidah. Selama pelatihan, ia bertemu dengan Qasim Al-Raymi, yang di kemudian hari Qasim menjadi komandan militer AQAP. Mereka berdua mendapat pelatihan yang intensif di kamp Al-Shiddiq.
Tertangkap di Yaman
Demikianlah, Al-Ansi menjadi bagian tak terpisahkan dari Al-Qaidah. Pada 2001, Syaikh Usamah kembali memberikan kepercayaan padanya untuk melakukan sebuah misi ke Filipina. Sekaligus pada tahun yang sama, ia menjadi bagian media resmi Al-Qaidah, As-Sahab. Ia langsung diamanahi menangani dua produksi terbaru As-Sahab saat itu, American Intervention (Intervensi Amerika) dan The State of the Islamic Ummah (Negara Islam milik Umat).
Setelah misi khusus ke Fiipina berakhir, Al-Ansi mencoba kembali ke Afghanistan yang kala itu diinvasi AS karena tragedi 9/11. Dalam perjalanan ke Afghanistan, ia tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara Yaman pada awal 2002. Qadarullah, masa penahanannya hanya berjalan selama enam bulan. Setelah itu, Nasir Al-Ansi kembali menghirup udara bebas.
Bergabung dengan AQAP
Setelah dibebaskan, Al-Ansi kembali menimba ilmu di Universitas Al-Iman dan berhasil menyelesaikan studinya sebagai pakar hukum syariah. Selain menuntut ilmu, ia juga menularkan ilmu militernya kepada para pemuda dengan beberapa latihan khusus. Sepak terjangnya yang berkutat aktif di Al-Qaidah pusat membuatnya diangkat menjadi pejabat senior di cabang Al-Qaidah Yaman (AQAP). Sejak itulah Nasir Al-Ansi kembali berkecimpung di dunia jihad sebagai senior AQAP.
Al-Ansi adalah salah satu dari tiga orang propagandis AQAP yang bekerja langsung di bawah amir AQAP, Syaikh Nasir Al-Wuhaisiy. Tiga orang itu adalah Syaikh Haris An-Nadhari, Syaikh Ibrahim Ar-Rubaish dan Syaikh Nasir Al-Ansi. Nama Nasir Al-Ansi menjadi begitu booming ketika tampil dalam sebuah video besutan Al-Malahim, sayap media AQAP. Dalam video itu, Al-Ansi menyatakan bahwa peristiwa penembakan kartunis majalah satir Charlie Hebdo pada 7 Januari 2015 adalah agenda AQAP.
Dalam pernyataannya, Al-Ansi tidak hanya menyalahkan para kartunis Charlie Hebdo, tetapi juga menuding Perancis dan AS sebagai dalang kasus penistaan Nabi Muhammad SAW. Ia juga menyerukan kepada kaum muslimin untuk menyerang negara-negara Barat yang memerangi Islam, seperti Amerika, Kanada, Inggris, Perancis dan negara sekutu lainnya.
Al-Ansi juga mengatakan bahwa segala agenda yang dilakukan AQAP sesuai dengan perintah dan mandat dari pimpinan Al-Qaidah global, Syaikh Aiman Az-Zawahiri. AQAP sebagai cabang Al-Qaidah yang paling ditakuti AS ketika melakukan operasi, selalu menginduk kepada Al-Qaidah Pusat.
Nasir Al-Ansi juga muncul dalam sebuah video pada September 2014 lalu. Dalam video itu, ia menyerukan kaum muslimin Yaman untuk menyerang pasukan Syiah Hautsi yang telah mengambil alih sebagian besar wilayah Yaman hingga saat ini.
Syahidnya Syaikh Nasir bin Ali Al-Ansi
Dalam waktu dekat ini, AQAP telah kehilangan tiga pejabat seniornya, yaitu Syaikh Haris An-Nadhari syahid pada 5 Februari 2015 di Shabwa, Syaikh Ibrahim Ar-Rubaish syahid pada 12 April 2015 di Mukalla dan terakhir adalah Syaikh Nasir bin Ali Al-Ansi yang syahid pada 21 April 2015 di Mukalla.
Ketiga senior Al-Qaidah ini syahid karena diterjang drone AS di daerah Yaman. Mungkin ini adalah salah satu agenda Amerika untuk melemahkan AQAP yang notabene cabang Al-Qaidah paling berbahaya menurut mereka.
Hal ini membuktikan pula bahwa sebenarnya Amerika-lah sosok yang paling banyak melanggar HAM. Istilah pelanggaran HAM sering mereka dengungkan pada pihak lain, tetapi Amerika sendiri yang bertindak semaunya tanpa mengindahkan hukum internasional.
Beginilah perjalanan jihad Syaikh Nasir bin Ali Al-Ansi yang telah mendatangi berbagai belahan bumi jihad yang ada. Semangat jihadnya selalu dibarengi dengan semangat menuntut ilmu yang tinggi. Semoga hal ini dapat menjadi teladan bagi generasi mujahid selanjutnya.
Penulis : Dhani El_Ashim