KIBLAT.NET – Dirinya termasuk salah satu tetua Al-Qaidah yang terlibat dalam pembentukan awal tandzim. Namanya pun pernah menjadi nama salah satu brigade yang berafiliasi dengan Al-Qaidah. Meskipun terlahir di negeri Nabi Musa diutus, ia pernah berpetualang hingga di Afghanistan untuk berjihad fi sabilillah. Lantaran posisinya tersebut, namanya seringkali dikaitkan degan sejumlah aksi penyerangan.
Mujahid Mesir ini menemui syahid oleh serangan udara AS di Kabul, Afghanistan. Tertanggal 16 November 2001, rumahnya hancur luluh lantak lantaran tembakan rudal. Ia berhasil selamat walaupun mendapat sejumlah luka yang cukup parah. Selang tiga hari, mujahid mulia ini menghembuskan nafas terakhir menjemput janji Rabb-Nya.
Dialah Muhammad Atef atau lebih dikenal dengan sebutan Abu Hafs Al-Masri. Nama lainnya adalah Al-Khabir, Taysir Abdullah, Abu Khadijah dan Abu Fatima Terlahir di kota Alexandria—ada data lain mengatakan di Menoufya sebelum berakhirnya PD II—tahun 1944. Dilihat dari tahun kelahirannya, ia termasuk generasi awal dalam pergerakan Islam.
Bertemu dengan Syaikh Usamah bin Laden
Sebelum Abu Hafs berkecimpung dalam dunia jihad, dulu ia pernah selama dua tahun masuk dalam Angkatan Udara Mesir sekaligus menjadi seorang insiyur pertanian. Ia juga pernah menjadi seorang perwira polisi sebelum menjadi salah seorang anggota EIJ (Egyptian Islamic Jihad).
Abu Hafs Al-Masri juga terlibat dalam operasi pembunuhan Anwar Sadat pada 6 Oktober 1981. Jadi, ia termasuk pendahulu dalam gerakan jihad Islam, satu almamater dengan Syaikh Mustafa Abu Al-Yazid, seorang senior Al-Qaidah sekaligus kepala keuangan tandzim pertama yang diangkat langsung oleh Syaikh Usamah bin Ladin Rahimahullah dan Syaikh Aiman Az-Zawahiri, amir Al-Qaidah pusat saat ini.
Nama Abu Hafs Al-Masri sebagai salah satu aktivis jihad belum terlalu dikenal sebelum tergabung di dalam Tandzim Al-Qaidah. Awal tahun 80-an, Abu Hafs melakukan perjalanan umroh ke Arab Saudi. Setelah itu perjalanannya berlanjut ke Peshawar, Pakistan. Saat itulah dirinya bertemu dengan Syaikh Abdullah Azzam Rahimahullah.
Ia belajar banyak dari Syaikh Abdullah Azam. Hingga semua wejangan dari ulama jihad Palestina ini membuat dirinya semakin yakin mendedikasikan dirinya untuk Islam. Kemudian Abu Hafs dikirim ke kamp-kamp pelatihan di Afghan dan bertemu dengan Syaikh Aiman Az-Zawahiri. Lewat tangannya-lah Abu Hafs bertemu langsung dengan pimpinan Al-Qaidah saat itu, Syaikh Usamah bin Ladin Rahimahullah.
Kiprah Jihad Syaikh Abu Hafs Al-Masri
Mulai saat itulah Abu Hafs menjadi bagian dari mujahidin pimpinan Syaikh Usamah. Secara operasional, ia terlibat dalam perlawanan invasi komunis Uni Soviet. Hingga mulai didirikan dan aktifnya jaringan Al-Qaidah pada tahun 1988, ia termasuk tokoh yang berperan dalam berdirinya organisasi yang masih dianggap musuh AS saat ini.
Di dalam Al-Qaidah, Abu Hafs diangkat sebagai bagian keamanan organisasi. Hubungannya dengan amir Al-Qaidah saat itu semakin erat ketika putrinya menikah dengan salah satu anak dari Syaikh Usamah.
Ketika Al-Qaidah berpindah basis ke Sudan antara tahun 1992-1993, Abu Hafs pun ikut serta dan terlibat dalam sebuah penyerangan tentara Amerika yang berada di Somalia. Saat itu Amerika sedang beroperasi di bawah kekuatan militer internasional di ORH (Operation Restore Hope).
Setelah setahun berselang, Al-Qaidah kembali berpindah basis ke Afghanistan. Pada tahun 1995, Abu Hafs mengatur sebuah pertemuan antara Khalid Syaikh Muhammad dengan Syaikh Usamah bin Ladin di Tora Bora. Abu Hafs selaku bagian keamanan organisasi benar-benar mengamankan pertemuan rahasia itu dari endusan musuh. Pertemuan dua tokoh itu membahas rancangan sebuah serangan miiliter terhadap Amerika.
Sebagai orang penting dalam kamp-kamp pelatihan, pada tahun 1996 Abu Hafs beserta rekannya Abu Ubaidah Al-Banshiri dan Yasin Al-Iraqi mengatur pembelian senjata AK-47 dan mortar dari seorang Pashtun yang bernama Hajji Ayub. Senjata-senjata itu kemudian didistribusikan dengan truk besar untuk kamp pelatihan Jawr dan Jihad Wahl.
Pada tahun ini pula ia dipercaya sebagai pemegang penuh kendali kamp pelatihan setelah syahidnya komandan Abu Ubaidah Al-Banshiri di danau Victoria, Uganda. Abu Hafs dengan segera menyusun rencana agenda ke depan. Ia menggambarkan bahwa Amerika memiliki sebuah kepentingan politik dan energi di Laut Kaspia. Sebelum menguasai itu, Amerika akan membangun sebuah pipa minyak melalui Afghanistan. Abu Hafs memperingatkan akan ancaman besar itu.
Abu Hafs mendapatkan misi khusus untuk kembali ke Somalia. Ia bertugas untuk bertemu dengan para pemimpin suku di sana. Lewat negara ini dan empat petinggi Al-Qaidah lainnya yang masih berada di Sudan, ia melanjutkan perjalanan Nairobi Kenya untuk melatih mujahidin di sana.
Tahun 1998, Abu Hafs juga berperan dalam operasi bom di kedutaan AS di Kenya dan Tanzania. Hal itu dilakukan sesuai dengan fatwa Syaikh Usamah dan diamini oleh para ulama Afghanistan pada tanggal 7 Mei 1998. Fatwa itu berisi bolehnya menyerang penduduk Amerika di manapun mereka berada. Selang tiga bulan setelah fatwa itu digulirkan, Al-Qaidah segera beraksi dengan sebuah bom mobil pada 7 Agustus 1998 di Kenya dan Tanzania. Bom itu menewaskan setidaknya 224 korban.
Pengeboman USS Cole di Yaman pada 12 Oktober 2000 yang menewaskan 17 tentara Amerika membuat Abu Hafs dilarikan ke Kandahar. Sedangkan Syaikh Aiman dan Syaikh Usamah, dilarikan ke Kabul untuk mengantisipasi serangan balasan dari AS. Namun, ternyata hasilnya nihil, serangan balasan tidak terjadi. Padahal, serangan USS Cole tersebut merupakan agenda besar Al-Qaidah.
Pada Januari 2001, hubungan kekerabatan antara Abu Hafs dan Syaikh Usamah semakin dekat setelah putrinya menikah dengan Muhammad bin Usamah, putra Syaikh Usamah yang berusia 17 tahun. Ibu Syaikh Usamah pun turut hadir dalam acara itu. Di samping, seorang wartawan Al-Jazeera yang bernama Ahmad Zaidan dan beberapa petinggi Taliban.
Puncaknya adalah peristiwa 9/11. Setelah peristiwa ini Abu Hafs mulai menjadi incaran Amerika. Pemilik nama asli Muhammad Atef ini disinyalir bertanggung jawab penuh dalam pengorganisasian para pembajak pesawat. Begitu pula pertemuannya dengan Khalid Syaikh Muhammad dan Syaikh Usamah di Tora Bora, pertemuan rahasia itu membahas target operasi 9/11.
Setelah peristiwa yang membuat Amerika kebakaran jenggot ini, Abu Hafs menjadi incaran beberapa badan intelijen dan keamanan internasional. Pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara in absentia. FBI juga memberi harga $ 5 juta untuk segala informasi berkenaan dengan dirinya.
Sepuluh bulan sebelum syahidnya Abu Hafs Al-Masri, Syaikh Usamah pernah menominasikannya sebagai pengganti dirinya sebagai amir Al-Qaidah. Keputusan ini membuktikan bahwa Abu Hafs Al-Masri sudah sangat dipercaya Syaikh Usamah sebagai suksesornya. Namun, keputusan ini membuat beberapa petinggi Al-Qaidah terkejut. Mereka sebenarnya mengharapkan Muhammad bin Usamah-lah yang akan meneruskan tampuk kepemimpinan.
Syahidnya Syaikh Abu Hafs Al-Masri
Qadarullah, Syaikh Abu Hafs Al-Masri justru menghadap Allah lebih awal daripada Syaikh Usamah Rahimahullah. Tepatnya 16 November 2001, rumahnya di Kabul dihantam serangan udara AS. Calon suksesor besar ini pun urung menerima mandat sang pemimpin.
Banyak perdebatan terkait kabar syahidnya baik dari luar negeri, maupun intern Afghanistan. Tetapi selang tiga hari kemudian, juru bicara Taliban Pakistan, Abdul Salam Dhaif mengatakan bahwa Abu Hafs Al-Masri telah syahid karena cedera yang dialaminya pasca serangan udara Amerika.
Namanya diadopsi menjadi sebuah nama brigade “Abu Hafs Al-Masri” yang mengklaim mempunyai keterikatan dengan Al-Qaidah. Brigade ini mengaku bertanggung jawab pada serangan-serangan yang terjadi setelah syahidnya syaikh Abu Hafs Al-Masri. Kabar syahidnya tidak berpengaruh pada kinerja Al-Qaidah. Justru, memupuk lahirnya generasi-generasi muda penerus estafet perjuangan.
Penulis : Dhani El_Ashim
@Ralat by Admin: Judul tulisan sebelumnya adalah “Muhammad Atef, Anak Mantu Syaikh Usamah yang Jadi Nominator Penggantinya”. Judul yang benar adalah “Muhammad Atef, Besan Syaikh Usamah yang Jadi Nominator Penggantinya”.