Terimakasih, Tuan Putin

Seperti badai yang datang tanpa disangka sebelumnya, Rusia benar-benar turun berlaga ke Suriah. Seolah menegaskan berita yang sebelumnya hanya kabar burung, ratusan alat-alat perang Rusia turut menghiasi langit-langit Suriah, menebarkan aroma kematian yang mencekam. Korban sipil pun jatuh, meski Putin berdalih memerangi kelompok militan. Rumah sakit, instalasi yang harusnya dihormati dalam perang sekalipun, tak luput dari hajaran rudal Rusia.

Amarah umat Islam sedunia pun kembali menggelegak. Puluhan ulama Saudi mengingatkan Rusia akan nasib pilu yang mereka alami saat berperang melawan Islam di Afghanistan dan Chechnya. Meski di Indonesia media mainstream seperti menganggap angin lalu peristiwa ini, di media sosial umat menunjukkan jati dirinya. Membagi berita, menabur doa dan merajut bantuan seadanya, semampunya.

Kita memang wajib marah. Namun kita juga perlu “berterimakasih” kepada Rusia. Invasinya ke bumi Syam seperti mengingatkan kembali kaum Muslimin akan nasib saudara mereka di Suriah yang dilindas rezim tiran Bashar Asad. Penderitaan yang dialami umat Islam di Suriah sempat menjadi perhatian publik Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu dan bertebarnya syubhat, tragedi kemanusiaan terburuk menurut UNHCR itu, pelan namun pasti, terlupakan. Tabligh dan penggalangan dana untuk rakyat Suriah tak sebingar sebelumnya.

Terimakasih juga “wajib” kita haturkan kepada Rusia. Pilihannya untuk bertempur melawan mujahidin demi mempertahankan singgasana Bashar Asad semakin menegaskan bendera dua kelompok yang sedang berhadapan. Sebelumnya kelompok pendukung Iran dan aliran Syiah getol menebar syubuhat. Mengatakan tragedi Suriah sebagai konflik politik semata, tak ada tendensi ideologi karena—menurut mereka Syiah bagian dari Islam. Kini raungan Mig dan Sukhoi Rusia semakin menegaskan bahwa Syiah dan Komunis memang sekondan melawan Islam.

“Terimakasih” serupa juga pantas kita haturkan ke Tel Aviv. Sebab, ketika Israel merasa mantap turut ambil bagian membantu Rusia memerangi mujahidin di Suriah, jelaslah sudah kini, perang apa yang terjadi di Suriah. Dengan sendirinya, luruh sudah fitnah-fitnah keji yang mengatakan barisan mujahidin yang melawan Asad sebagai proyek bayaran Israel atau Amerika.

Invasi Rusia juga membawa harapan baru akan pemandangan jihad yang menyejukkan hati dan mata kaum Muslimin. Bila sebelumnya jihad Suriah berkalang asap fitnah; saling caci dan bunuh antar kelompok Mujahidin, setidaknya kita patut berharap korps Spetsnaz dan pasukan regular Beruang Merah akan membuat jihad Suriah kembali melawan musuh yang fokus. Jihad yang benar-benar mengobati sakit umat Islam sebelumnya.

Selain itu, ratusan tank, ribuan senapan dan jutaan amunisi yang dibawa Rusia, bisa dimakna sebagai hadiah yang Allah berikan kepada para mujahidin. Hari ini alat-alat tersebut berada di tangan tentara Rusia dan Bashar Asad. Namun, dengan sepenuh keyakinan akan pertolongan Allah, tak lama lagi akan berpindah ke tangan para mujahidin.

Bara perang yang disulut Rusia di Suriah adalah bahan bakar bagi obor jihad bumi Syam agar tetap berkobar tanpa kenal padam. Jihad yang kelak akan memanggil para rijalul ummah yang siap menunaikan janji setia kepada Allah, janji untuk siap berkorban dan terkorban. Sebab, hanya dengan jihadlah akan muncul  sebuah kelompok terbaik pilihan umat yang dikenal sebagai Thaifah Mansurah.

Kita tidak akan pernah rela ada satu nyawa pun dari kaum Muslimin yang terenggut. Rasa “terimakasih” kepada Rusia di atas jelas bukan untuk maksud bersorai di atas suasana mencekam yang hari ini dilalui rakyat Suriah. Tetapi, ketika rengekan kepada PBB sudah pasti sia-sia, saat mengemis kasih kepada Rusia hanya akan melacurkan diri, bukankah saat paling tepat untuk kembali meyakini bahwa setiap takdir Allah itu pasti berakibat baik bagi hamba-Nya?

 

Leave a Reply