Bacaan Shalat Tanpa Menggerakkan Bibir, Bolehkah?

KIBLAT.NET – Menghadirkan hati serta khusyu dalam melaksanakan shalat adalah hal yang sangat penting. Ia merupakah intisari dan ruh ibadah shalat, sehingga shalat tanpa menghadirkan rasa khusyu sama seperti jasad tanpa ruh. Untuk menghadirkan rasa khusyu yang maksimal, sebagian orang mungkin ada yang menfokuskan pikirannya dengan membaca lafadh-lafadh shalat di dalam hati, tanpa menggerakkan lidah atau bibir.

Tujuannya mungkin benar, tapi cara yang seperti ini sebenarnya menyelisihi tuntunan Nabi SAW. Dalam melaksanakan shalat, Nabi SAW selalu mengucapkan bacaan shalatnya, baik dalam shalat jahriyah maupun shalat sirriyah. Dalam shalat jahriyah, semua orang yang di belakangnya mendengar suara beliau. Sedangkan dalam shalat sirriyah, mereka mengetahui bacaan beliau dari gerakan jenggot beliau. Beliau terkadang memperdengarkan bacaan ayat kepada mereka. Berikut ini beberapa dalilnya:

Dalil Pertama

Abu Mu’ammar berkata, “Kami bertanya kepada Khabbab, ‘Apakah Rasulullah membaca (mengucapkan bacaan shalat) dalam shalat Zuhur dan Asar?’

‘Ya, benar,’ jawabnya.

‘Bagaimana kalian mengetahuinya?’ tanya kami lagi.

‘Dari gerakan jenggotnya,’ jawabnya. (HR Bukhari: 746)

Dalil Kedua

Abu Qatadah meriwayatkan bahwa Nabi membaca Ummul Kitab dan dua surat dalam dua rakaat shalat Zuhur. Sedangkan di dua rakaat berikutnya, beliau membaca Ummul Kitab. Beliau memperdengarkan bacaan ayat kepada kami.” (HR Bukhari: 776 dan Muslim: 451)

Dalil Ketiga

Muhammad bin Rusyd berkata, “Menurut pendapat yang benar, bacaan seseorang di dalam hati tanpa gerakan mulut bukanlah bacaan. Karena, bacaan adalah ucapan dengan mulut. Hukuman pun akan dikenakan bila telah diucapkan di mulut. Dalilnya adalah firman Allah:

لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

“… Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya ….” (Al-Baqarah: 286).

Serta sabda Nabi:

إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لأُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ يَتَكَلَّمُوا أَوْ يَعْمَلُوا بِهِ

‘Allah memaafkan umatnya dari apa yang terlintas dalam hatinya selama tidak diucapkan maupun dikerjakan’.” (HR. Muslim)

Manusia juga tidak akan dihukum karena bacaan atau kebaikan yang dibisikkan di dalam hati, sebagaimana mereka dihukumi karena bacaan yang digerakkan oleh mulut atau perbuatan baik. (Al-Qawlu Al-Mubiin fî Akhthaa’i Al-Mushalliin: 98)

Jadi, meskipun tujuannya ingin meraih rasa khusyu yang sempurna, bacaan shalat tidak semestinya dibaca di dalam hati saja. Namun lisan atau bibir juga harus digerakkan karena demikianlah Rasulullah SAW mengajarkannya. Jika tidak menggerakkan bibir karena ingin mencapai rasa khusyu aja tidak dibenarkan apalagi dilakukan karena ada rasa malas. Wallahu ‘alam bis shawab!

Leave a Reply