KIBLAT.NET – Musuh-musuh Islam tidak akan henti-hentinya menelikung dakwah Islamiyah. Mereka akan menghalalkan berbagai macam cara untuk memadamkan cahaya Islam. Entah dengan cara halus maupun dengan cara yang kasar. Mulai dari pembunuhan karakter para ulama, hingga pembunuhan jiwa kaum Muslimin. Semua itu sudah menjadi rahasia umum dan tidak bisa ditutup-tutupi lagi.
Sudah banyak para ulama yang merasakan kedzaliman musuh-musuh Islam. Berbagai macam intimidasi dan siksaan mereka hempaskan kepada para ulama yang mulia. Salah satunya adalah kepada salah seorang ulama mujahid satu ini. Namanya disebut-sebut sebagai salah satu di antara sembilan belas pahlawan yang berhasil melakukan serangan di New York dan Washington pada hari Selasa 11 September 2001 M. As-Syahid (insya Allah) Ibnu Jarrah Al-Ghamidy Ahmad Al-Haznawy, menyebut-nyebut nama ulama ini dalam wasiatnya sebelum penyerangan yang penuh berkah 9/11.
ونسأل الله سبحانه وتعالى أن يفك أسرانا من يد الأميركيين وعملائهم وعلى رأسهم الشيخان؛ عمر عبد الرحمن، وسعيد بن زعير وإخواننا في “جوانتانامو”، وأن يثبت المجاهدين في فلسطين وينصرهم وباقي بلاد الإسلام، وأن ينصرنا على عدونا
“Dan kami memohon kepada Allah SWT agar membebaskan saudara-saudara kita yang ditawan orang-orang Amerika dan antek-anteknya, terutama Syaikh Umar bin Abdur Rohman dan Syaikh Sa’id bin Za’ir serta saudara-saudara kami di Guantanamo. Dan agar memperkokoh para mujahidin di Palestina dan menolongnya, juga di negeri-negeri Islam yang lain. Semoga Allah memenangkan kita atas musuh-musuh kita.”
Ya, dia adalah Syaikh Umar Abdurrahman, seorang ulama mujahid yang sampai sekarang masih dizalimi musuh-musuh Islam. Ulama mujahid ini diuji Allah dengan kebutaan mata sejak usia sepuluh bulan lantaran penyakit diabetes. Tapi, meskipun dirinya tidak lagi merasakan cahaya di kedua matanya, ia tetap merasakan cahaya iman dan ilmu di hatinya.
Masa kecil Umar Abdurrahman
Nama lengkapnya adalah Umar bin Ahmad bin Ali bin Abdurrahman, dengan nama kunyah (panggilan) Abu Muhammad. Terlahir di pusat kota Daqhaliyah, Mesir pada 3 Mei 1938. Telah disebutkan sebelumnya, bahwa ia mendapatkan ujian berupa kebutaan sejak dalam buaian. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk menuntut ilmu.
Di masa kecilnya, Umar belajar Al-Qur’an menggunakan Al-Qur’an braille. Minat belajarnya begitu kuat, sehingga saat berusia lima tahun ia telah mendapat pelajaran dasar dien Islam di Ma’had An-Nuur, Thantha. Setelah itu, ia masuk ke jenjang Madrasah Ibtidaiyah Al-Azhar dan mendapatkan ijazah pendidikan dasar dari sana.
Al-Qur’an telah selesai ia hafalkan ketika menginjak umur sebelas tahun. Kemudian, melanjutkan pendidikannya ke ma’had Al-Manshurah setingkat Tsanawiyah. Pada tahun 1960, Umar berhasil lulus dan mengantongi ijazah pendidikan menengah.
Setelah itu, Umar melanjutkan studi pendidikan tinggi di Jurusan Tafsir dan Hadits, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo, dan berhasil meraih ijazah Aliyah (sarjana) dengan nilai mumtaz (cum laude) pada tahun 1965.
Atas prestasinya ini, Umar Abdurrahman ditetapkan menjadi imam dan khatib di Kementrian Wakaf (Departemen Agama). Pengangkatan itu sejatinya dilakukan sebelum ia tamat dari universitas, yaitu dimulai dari 1964 hingga 1968.
Tidak sampai di sini saja, Umar tetap melanjutkan pendidikan magister di perguruan tinggi dan program studi yang sama pada 1967. Ia pun lulus dengan nilai jayyid jiddan (sangat bagus). Judul tesisnya adalah “Asyhurul Hurum”. Pada akhirnya, dirinya ditetapkan sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin pada tahun 1968.
Keluarga Umar Abdurrahman
Tidak disebutkan secara terperinci bagaimana keluarga Umar secara keseluruhan. Diketahui bahwa Umar memiliki dua istri dan mempunyai sepuluh anak. Dari istri yang bernama Aisyah Hassan Gouda terlahir 7 anak lelaki, dan istrinya yang bernama Aisyah Zohdi terlahir 3 anak.
Buah Karya Umar Abdurrahman
Selain sebagai da’i yang menyuarakan kebenaran, Umar Abdurrahman juga menulis buah pikirannya untuk umat. Di antaranya adalah,
- Tafsir Surah An-Najm
- Tafsir Surah Al-Qamar
- Tafsir Surah Ar-Ra hman
- Kalimatul Haqq (Perkataan yang Benar)
- Risâlah fi Tafsir Ayâtil Hakimiyyah (Tafsir Ayat-ayat Kehakiman)
- Al-Asyhur Al-Hurum
- Mauqiful Qurân min Adâihi Min Surah At-Taubah (Kedudukan Al Qur‘an terhadap Musuh-musuhnya: Studi Surat At-Taubah)
- Ashnâful Hukkâm (Tipologi Penguasa menurut Islam)
Da’i Penyuara Kebenaran
Ilmu-ilmu dien yang dipelajari Umar tidak serta merta membuatnya tinggi hati. Ia tetap rendah hati dan meneruskan tugasnya sebagai seorang dai dengan berkhutbah di masjid-masjid di kota Fayyum dan desa-desa sekitarnya.
Sebagaimana dakwah Nabi dahulu yang penuh gangguan, Umar pun mendapatkan cobaan dan hambatan di dalam dakwahnya. Keberaniannya menyuarakan kebenaran menyebabkan kemarahan pihak Badan Intelijen Negara Mesir. Akhirnya, ia pun dicekal dan mendapat sanksi tahanan rumah pada 1969.
Setelah berlalu masa tujuh bulan, Umar dikembalikan ke tempat tugasnya. Bukan sebagai Dekan, melainkan di bagian administrasi. Hal itu sengaja dilakukan untuk menjauhkannya dari mahasiswa dan masyarakat. Ternyata, ia ditempatkan pada bagian tata usaha Al-Azhar (tanpa pekerjaan), dan inilah yang dimaksud dengan pekerjaan administrasi. Inilah salah satu kelicikan pemerintah saat itu untuk membungkam dakwah Umar Abdurrahman, Sang Penyuara Kebenaran.
Lagi-lagi Umar ditahan pada Oktober 1970 karena fatwanya yang diumumkan dari atas mimbar di salah satu masjid di Fayyum, yang menyatakan larangan menshalati jenazah Presiden Gamal Abdul Nasser. Ia pun disekap dalam tahanan selama delapan bulan di sel nomor 24.
Setelah masa penahanan selesai pada 10 Juni 1971, Umar Abdurrahman dipindah tugaskan untuk mengajar di Ma’had, Fayyum, kemudian dipindahkan lagi ke Ma’had Manya.
Semangat belajar Umar memang sangat luar biasa. Setelah bebas dari penjara, ia melanjutkan pendidikan ke jenjang doktoral. Padahal saat itu, tidak sedikit tekanan dan gangguan yang ia terima. Meskipun demikian, tidak membuatnya kehilangan fokus dan terus belajar hingga meraih gelar doktor.
Desertasi Umar Abdurrahman berjudul “Mauqiful Qur-aan Min Khushuumihi Kamaa Tushowwiruhu Suurotut Taubah” (Kedudukan Al-Qur’an dari Musuh-Musuhnya Sebagaimana yang Tergambar dalam Surat At-Taubah). Atas hasil karyanya ini, Umar meraih Risalah ‘Alamiyah dengan nilai Summa Cumlaude.
Meski mendapat nilai tinggi, ia dilarang untuk diwisuda. Larangan ini terus berlanjut hingga tahun 1973 dan Umar dilarang untuk mengajar di universitas. Akhirnya, Umar Abdurrahman ditetapkan sebagai guru besar Jurusan Dakwah dan Bimbingan Masyarakat pada Fakultas Ushuluddin di Asyuth. Kemudian, ia dipindahkan ke Jurusan Tafsir di fakultas itu juga sebagai asisten dosen pada tahun 1975. Setela itu, diperbantukan untuk mengajar di Saudi pada tahun 1977. Selang beberapa waktu, Umar kembali ke Mesir dan mengajar Fakultas Ushuluddin di Universitas Asyuth.
Lolos dari Penangkapan
Umar Abdurrahman memang dikenal sebagai seorang da’i yang aktif dan pantang menyerah. Ia selalu menjelajah kota-kota dan desa-desa di Mesir sebagai khatib, juru dakwah, pengajar dan pendidik. Namun, saat itu terjadi perseteruan antara Anwar Sadat dengan jamaah-jamaah Islam Mesir. Perseteruan itu disebabkan karena tingkah laku Sadat yang mencemooh para ulama. Bahkan, Syaikh Hafidz Salamah, salah seorang pahlawan pergerakan di kawasan Terusan Suez, pernah diejek oleh Sadat sebagai “orang gila dari Suez. Sadat juga berkomentar sinis tentang Syaikh Al-Mahlawi, ia mengatainya dengan “Apa dia tidur? Bagaimana mungkin anjing tidur dalam penjara?”
Akhirnya, Sadat mengesahkan lima keputusan pada 3 September 1981. Keputusan pemerintah ini menjadi alat untuk menangkap 1.536 orang. Dalam daftar orang yang akan ditangkap itu, kebanyakan adalah para aktivis jamaah Islam. Salah satunya adalah Umar Abdurrahman. Namun, dalam pengejaran itu Umar berhasil meloloskan diri.
Kembali Tertangkap
Penangkapan besar-besaran terjadi lagi setelah peristiwa pembunuhan Anwar Sadat pada 6 Oktober 1981. Presiden Mesir ini terbunuh tepat sebulan setelah ia mengeluarkan keputusan untuk menangkap 1.536 tokoh masyarakat baik Muslim maupun non-Muslim. Qadarullah, Umar Abdurrahman tertangkap dan menjalani prose peradilan dengan tuduhan keterlibatan pembunuhan Anwar Sadat.
Dalam proses peradilan itu, Umar Abdurrahman dituntut dengan hukuman mati. Tuduhan-tuduhan yang ditujukan padanya berjumlah sepuluh tuduhan, tiga di antaranya adalah,
- Memimpin Jamaah Islamiyah dan jaringan yang bertanggung jawab atas berbagai peristiwa dan makar yang terjadi pada tahun 1981.
- Urusan pertanggung- jawaban fatwa tentang jamaah.
- Memfatwakan pengkafiran Anwar Sadat.
Pihak intelijen memperkirakan vonis hukuman mati akan dijatuhkan pada sepuluh terdakwa selain pelaku utama. Namun, vonis yang dijatuhkan dalam kasus Jamaah Jihad mengejutkan banyak orang. Hakim Mahkamah Agung Mesir, Abdul Ghaffar Muhammad Ahmad, dalam kasus nomor 462 tahun 1981 telah memutuskan agar Badan Intelijen Negara membebaskan 190 orang dari 302 orang terdakwa. Sementara vonis yang dijatuhkan kepada para terdakwa juga sangat ringan.
Di antara tersangka utama yang dibebaskan adalah Umar Abdurrahman. Pengadilan membebaskannya karena tidak ada bukti keterlibatan dirinya. Tidak ada yang mau bersaksi bahwa ia memerintahkan pembunuhan Anwar Sadat.
Meskipun Umar Abdurrahman mengeluarkan fatwa pengkafiran Anwar Sadat, hal itu tidak menjadi bukti keterlibatannya dalam pembunuhan Sadat. Bahkan, kesaksian Umar sendiri dianggap sebagai hasil dari penyiksaan dan paksaan. Itulah sebab pemerintah mengalihkan peradilan kasus ini dari pengadilan umum ke pengadilan militer. Agar dapat menjatuhkan hukuman sesuai yang diinginkan.
Dengan izin Allah, Umar Abdurrahman selamat dari berbagai tuduhan. Walaupun memang saat masa penahanan tidak sedikit siksaan yang ia dapatkan. Namun, dirinya tetap tabah sehingga Allah membukakan jalan untuknya.
Setelah bebas dari segala tuduhan, ternyata dirinya tetap mendapatkan tekanan, intimidasi dan ancaman. Bahkan, Umar ditangkap kembali pada Juli 1985 dengan tuduhan pembentukan kembali Jamaah Islamiyah untuk yang kedua kalinya.
Berdakwah ke Amerika Serikat
Tekanan politik yang begitu berat membuat Umar untuk keluar dari Mesir. Ia memutuskan untuk melanjutkan dakwahnya ke negeri Paman Sam. Umar mendapatkan visa untuk memasuki Amerika dari Konsul Kedutaan AS di Khartoum, Sudan. Padahal, namanya telah masuk ke dalam black list Departemen Luar Negeri AS sebagai teroris.
Umar memasuki AS pada Juli 1990 melalui Arab Saudi, Peshawar dan Sudan. Pada awalnya, Departemen Luar Negeri mencabut visa turisnya pada 17 November. Meskipun demikian, pada April 1991, ia memperoleh kartu hijau dari Kantor Pelayanan Imigrasi dan Naturalisasi di Newark, New Jersey.
Nalurinya sebagai seorang da’i tidak luntur sedikitpun walau berada di negeri orang. Ia juga secara aktif bepergian melanglang buana di Amerika dan Kanada. Dirinya tetap lantang menyuarakan kebenaran hingga dalam khutbahnya menyinggung masalah dukungan AS kepada Zionis Israel.
Umar mempunyai jadwal khutbah di tiga masjid wilayah New York. Jiwa dakwahnya tidak pernah luntur dan terus ia kembangkan di manapun ia berada. Hingga akhirnya, terjadi pengeboman pertama di WTC pada Februari 1993 yang dijadikan delik untuk memenjarakan Umar Abdurrahman.
Kembali Masuk Penjara
Aktivitas Umar yang sedemikian sibuk dalam dakwah ternyata banyak membuat musuh-musuh Islam resah. Allah benar-benar memberikan ujian berat kepada Umar Abdurrahman. Hingga saat ini, sudah 21 tahun Umar dipenjara di pusat medis Butner yang merupakan bagian dari lembaga pemasyarakatan Federal Butner di Butner, North Carolina, Amerika Serikat. Umar Abdurrahman divonis penjara seumur hidup.
Tuduhan yang disematkan kepadanya adalah sebagai berikut:
- Terlibat peledakan Gedung WTC yang pertama.
- Terlibat dalam merencanakan perang kota di Amerika.
- Memimpin organisasi teroris.
- Berkonspirasi dan memprovokasi untuk membunuh Husni Mubarak.
Syaikh Aiman Azh-Zhawahiri melalui sebuah pesan audio menyerukan kepada para mujahidin untuk membebaskan para mujahidin yang ditawan, dengan cara menangkapi warga negara Barat, khususnya Amerika untuk ditukar dengan mujahidin yang ditawan.
“Saya memohon kepada Allah Yang Maha Agung untuk membantu kami membebaskan Dr Umar Abdurrahman dan seluruh kaum muslimin tawanan, dan saya memohon kepada Allah untuk membantu kami menangkap orang Amerika dan orang Barat untuk memungkinkan kami menukar mereka dengan pejaung yang ditawan,” kata Zawahiri, menurut situs layanan pemantau SITE Intelligence.
Begitu pula ulama jihadi lainnya sekelas Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi dan Syaikh Abu Qotadah Al-Filistini, mereka juga menyerukan pembebasan ulama mujahid Mesir ini. Tak terkecuali sang singa kecil Al-Qaidah, Hamzah bin Usamah bin Ladin, ia juga manyerukan pembebasan Umar Abdurrahman dalam pidatonya yang direkam pada bulan Mei atau Juni 2015 yang lalu.
Semoga Allah senantiasa memberikan kesabaran pada ulama mujahid ini. Semoga Allah segera membuka belenggu kezaliman yang membelit ulama mulia ini. Amin.
Sumber:
- Muslim.or.id
- Alhayat.com
- Wikipedia.org
- Buku “Balada Jamaah Jihad” oleh Dr. Hani As-Siba’i
Penulis: Dhani El_Ashim