KIBLAT.NET – Narasi merupakan unsur penting dalam perang generasi keempat. Selain pertempuran fisik, pertempuran narasi juga menjadi fokus antara pihak-pihak yang sedang berperang. Dengan narasi yang tepat, simpati dan dukungan masyarakat akan lebih mudah diperoleh. Karena dengan simpati dan dukungan, masyarakat secara tidak langsung akan memberikan pembelaan, dan bantuan kepada pihak yang ia percayai narasinya. Maka, pihak yang memiliki narasi terbaik yang lebih berpotensi memperoleh kemenangan dalam peperangan.
Sebagaimana pula hari ini dalam perang bertajuk Global War on Terrorism yang dipimpin oleh Amerika Serikat, faktor narasi menjadi salah satu penentu. Selama ini, perang narasi antara AS dan mujahidin, tersebar melalui internet. Banyaknya media sosial, menjadi front baru bagi kedua pihak untuk menjual dan mempromosikan narasinya. Padahal, perusahaan-perusahaan teknologi pembuat media sosial tersebut kebanyakan berada di pihak AS. Maka, tak salah bila Amerika Serikat kini memanfaatkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk terlibat dalam Global War on Terrorism.
Beberapa hari lalu, Amerika Serikat telah mengumumkan akan membuat gugus tugas baru dalam misi kontra terorisme, yang akan bertempat di Departemen Keamanan Dalam Negeri. Strategi baru lainnya adalah pembenahan program Departemen Luar Negeri AS, yang telah dibuat untuk melayani perang informasi melawan Islamic State secara online dan mengikis daya tariknya.
Gugus tugas yang baru ini akan dipimpin oleh George Selim, seorang pejabat Keamanan Dalam Negeri, yang sebelumnya menjabat di Gedung Putih sebagai direktur kemitraan masyarakat, posisi yang membuatnya menjalin kontak teratur dengan lembaga penegak hukum dan komunitas Muslim di AS.
Seperti dikutip dari Bloomberg, Pemerintahan Obama juga meminta bantuan pada beberapa perusahaan teknologi terbesar di negara itu untuk membantu dalam memerangi terorisme, sejalan dengan diresmikannya gugus tugas baru dalam War on Terrorism tersebut.
Pejabat-pejabat pemerintah AS bertemu di San Jose, California, dengan perwakilan dari Twitter Inc, Apple, Facebook, dan perusahaan teknologi lainnya di Silicon Valley. Dalam memo tujuh halaman yang dikirim sebelumnya, perusahaan-perusahaan tersebut diminta menyumbang ide-ide tentang bagaimana konten yang dianggap menyebarkan ekstremisme secara online dapat diidentifikasi dan dihapus.
Pejabat AS yang menghadiri pertemuan tersebut adalah Kepala Staf Ahli Barrack Obama, Denis Mc Donough, Jaksa Agung Loretta Lynch, Direktur FBI James Comey, Direktur Intelijen Nasional James Clapper, Direktur National Security Agency (NSA) Michael Rogers, dan Chief Technology Officer Gedung Putih Megan Smith.
Gugus tugas yang baru ini akan mencakup beberapa langkah terpadu termasuk penelitian dan analisis, bantuan teknis, komunikasi, dan program-program untuk membantu mencegah radikalisasi.
Facebook menjelaskan kebijakannya dan bagaimana hal itu ditegakkan, kata Jodi Seth, juru bicara perusahaan. “Pertemuan ini menegaskan bahwa kita bersatu dalam tujuan kita untuk mengeluarkan konten-konten promosi terorisme keluar dari Internet,” katanya. “Facebook tidak mentolerir teroris atau propaganda teror dan kami bekerja secara agresif untuk menghapusnya segera setelah kami menyadarinya.”
Bloomberg menyebutkan bahwa salah satu isi memo yang dikirim pemerintah AS kepada perusahaan-perusahaan teknologi tersebut adalah pengakuan pemerintah AS akan efektivitas propaganda teroris dan permintaan bantuan kepada perusahaan teknologi karena pemerintah AS mengakui adanya kekurangan konten alternatif yang menarik dan kredibel.
Pengakuan yang jujur, Paman Sam!
Penulis: Multazim Jamil