Tulisan ini merupakan lanjutan dari halaman sebelumnya
KIBLAT.NET – Michdan juga mencatat, dalam persidangan terakhir Ustadz Abu Bakar Baasyir dianggap sebagai aktor intelektual dalam vonisnya, karena itulah beliau mendapat hukuman yang paling tinggi yaitu 15 tahun. Tapi di dalam fakta persidangan beliau tidak terbukti.
“Karena yang punya ide (pelatihan Aceh, red) itu, dari penjelasan semua di persidangan adalah Dulmatin yang kemudian pimpinannya adalah Yusuf. Ada satu lagi yang berhubungan dengan anggota Brimob yang mengadakan senjata. Ini sebetulnya yang menjadi tokoh-tokoh,” kata Tim Pembela Muslim ini.
Sementara, lanjut Michdan, Ustadz Abu tidak pernah terlibat dalam konteks teknis, seperti apa pelatihannya, logistiknya, beliau tidak tahu-menahu. “Dia memang pernah diminta mengumpulkan dana hampir 50 juta yang tersalurkan ke Aceh menurut penuturan Ubaid,” sambungnya.
Para Saksi Diperiksa Ulang
Pada persidangan Peninjauan Kembali (PK) yang akan digelar di PN Cilacap pada Selasa, (12/01) ini, Tim Advokat Abu Bakar Baasyir akan menghadirkan 5 saksi yang akan diperiksa ulang. Kelima saksi ini ialah mereka yang terlibat dalam pelatihan Aceh. (Baca juga: Kuasa Hukum Minta Sidang PK Ustadz Abu Bakar Baasyir Digelar di PN Cilacap)
Senada dengan tim kuasa hukum, pihak keluarga juga melihat jalannya persidangan dan vonis Ustadz Abu Bakar Baasyir diintervensi oleh pihak luar dan terkesan sangat dipaksakan. “Dipaksakan itu karena intervensi lah karena apa lagi?” kata putra bungsu Abu Bakar Baasyir, Abdurrahim Baasyir kepada Kiblat.net pada Ahad, (10/01).
“Proses persidangannya sendiri pun sangat aneh. Banyak saksi-saksi yang diminta memberikan kesaksian dalam kondisi tertekan. Kemudian, memberikan kesaksian (dalam kondisi, red) ditahan kebebasannya,” sambung pria yang akrab disapa Iim Baasyir ini.
Hal itu, menurutnya, jelas akan membuat kondisi para saksi tidak sempurna untuk mengungkap permasalahan ini.
Iim Baasyir juga merasa tekanan itu terlihat jelas saat dijatuhkannya vonis 15 tahun pada tingkat kasasi yang dianulir Mahkamah Agung.
“Berselang 2 atau 3 hari menjelang vonis itu diputuskan oleh MA, Amerika dengan tegas mengeluarkan pernyataan resmi bahwa Abu Bakar adalah teroris, pokoknya ditakut-takuti, setelah itu tidak lama vonisnya jadi 15 tahun, yang tadinya 9 tahun,” tutur pengajar Pondok Pesantren Ngruki ini.
Ketika persidangan pertama di PN Jakarta Selatan, Ustadz Abu divonis 15 tahun, pihak keluarga telah melihat proses persidangan itu berjalan tidak sehat. Ada hak-hak Ustadz Abu yang terhalangi khususnya kesaksian para saksi.
Lalu, setelah diangkat di Pengadilan Tinggi, tampaknya di pengadilan tinggi para hakim sudah merasakan hal tersebut dan merasa vonis 15 tahun itu berlebihan. Akhirnya, mereka (hakim PT) menurunkan vonisnya menjadi 15 tahun.
Meski divonis lebih ringan menjadi 9 tahun, pihak keluarga masih berjuang dengan cara mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. “Karena pada prinsipnya Ustadz Abu tidak pernah menerima semua ini, tuduhan itu terlalu jauh dan itu tidak benar terhadap beliau. Tentang tuduhan beliau membantu pelatihan di Aceh itu sama sekali tidak bisa dikaitkan dengan kasus terorisme,” sambung Iim Baasyir.
Maka, diupayakanlah melalui kasasi ke Mahkamah Agung. Iim mengungkapkan, justeru di tingkat Mahkamah Agung itulah tekanan-tekanan secara internasional kembali bermain.
“Berita-berita soal beliau dibikin memanas begitu. Lalu, tak lama setelah itu, 2-3 hari langsung dijatuhkan vonis 15 tahun kembali oleh MA,” kata dia.
Pihak keluarga sangat menyayangkan hakim-hakim Mahkamah Agung yang terpengaruh oleh intervensi asing dalam persidangan Ustadz Abu Bakar Baasyir. “Itu sangat kita sayangkan, seharusnya hakim-hakim MA bisa melihat. Ini tidak semenakutkan dan apa yang diterorkan kepada mereka oleh negara-negara luar,” pungkasnya.
Tulisan ini merupakan lanjutan dari halaman sebelumnya
Penulis: Fajar Shadiq