Lika-liku Perjalanan Abu Bakar Baasyir dan Intervensi Asing

KIBLAT.NET – Perjalanan hidup Ustadz Abu Bakar Baasyir memang penuh lika-liku. Akibat resiko berdakwah, beliau dikejar-kejar aparat sejak zaman rezim Orde Baru.

Sepulang dari masa pelarian di Malaysia, cobaan demi cobaan masih terus menerpanya. Tahun 2002, pemerintah Amerika pernah meminta Presiden Megawati untuk menangkap dan membawa Ustadz Abu Bakar Baasyir sebagaimana yang dilakukan Negeri Paman Sam terhadap Al-Faruq. Namun, permohonan itu ditolak Mega.

14 April 2003, Ustadz Abu didakwa tuduhan pemalsuan identitas, dan dikaitkan dengan pengeboman gereja pada tahun 2000-an. Qadarullah, semua tuduhan itu tak terbukti di persidangan.

Tak berhenti di situ, pendiri Pesantren Ngruki ini pada 15 Oktober 2004 kembali ditahan atas tuduhan pengeboman JW Mariott Kuningan. Beliau juga dituding terlibat dalam pengeboman Bom Bali yang terjadi pada tahun 2002. Meski tuduhan itu juga tak terbukti di persidangan, Ustadz Abu Bakar Baasyir ditahan selama 2,5 tahun.

Di masa pemerintahan SBY, tepatnya pada tanggal 14 Juni 2006, setelah mendapat remisi pada HUT RI tahun 2005, akhirnya beliau dibebaskan.

Kemudian, pada Oktober 2008, Ustadz Abu Bakar Baasyir mendeklarasikan berdirinya Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Hanya berselang beberapa tahun, tepatnya pada Februari 2012, Kementerian Luar Negeri AS menyebutkan JAT terlibat dalam serangan teror di Indonesia, maka JAT pun dimasukkan ke dalam daftar jaringan teroris di Indonesia.

Seolah tak mau melihat ulama sepuh ini bisa beristirahat dengan tenang, pada tanggal 13 Desember 2010, pihak kepolisian kembali menyangkakan Ustadz Abu terlibat terorisme. Kali ini, mereka menuding beliau terlibat dalam pelatihan militer di Aceh.

Dalam persidangan yang jauh dari keadilan itu, akhirnya pada 12 Juni 2011, Ustadz Abu divonis 15 tahun oleh PN Jakarta Selatan.

Intervensi Asing 

Menurut Tim Advokat Abu Bakar Baasyir, Achmad Michdan, dalam kasus persidangan Ustadz Abu Bakar Baasyir selalu ada campur tangan dan intervensi pihak asing.

Michdan mencontohkan kasus Aceh yang ditimpakan pada Ustadz Abu Bakar Baasyir di Pengadilan Tinggi Jakarta sebetulnya vonisnya hanya 9 tahun. “Setelah banding dari putusan PN Jakarta Selatan yang menjatuhkan vonis 9 tahun, Ustadz Abu divonis oleh pengadilan tinggi Jakarta 9 tahun,” ujarnya kepada Kiblatnet saat konperensi pers di kantor Mahendradatta Law Office di bilangan Jakarta pada Sabtu, (09/01)

“Sebetulnya pertimbangan Majelis Hakim di pengadilan negeri yang memutuskan dari 9 tuntutan itu kemudian hanya satu yang dikabulkan hakim, tapi putusannya 15 tahun,” tambahnya. Kemudian, vonis itu direvisi oleh Pengadilan Tinggi menjadi 9 tahun.

Yang menarik, bagi Michdan, sebetulnya adalah adanya intervensi asing menjelang putusan Mahkamah Agung. Desakan ini datang dari pejabat Amerika, yaitu Tom Ridge yang membidangi Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS.

Tim Advokat Abu Bakar Baasyir menggelar konpers sebelum sidang Peninjauan Kembali (PK) di Cilacap pada 12 Januari 2016 mendatang.

Tim Advokat Abu Bakar Baasyir menggelar konpers sebelum sidang Peninjauan Kembali (PK) di Cilacap pada 12 Januari 2016 mendatang.

“Dia inilah yang kemudian menyatakan bahwa Ustadz Abu adalah teroris. Jadi ini mendahului keputusan pengadilan. Padahal kan belum ada putusan waktu masih di PT. Akhirnya didesak lah supaya beliau ditetapkan (sebagai teroris, red),” kata Michdan.

Pasalnya, jika kasusnya sudah berada di tingkat MA berarti keputusannya sudah in kracht. Yang berarti perkara tersebut sudah memiliki kekuatan hukum dan boleh dinyatakan ke publik.

Michdan yang telah mendampingi Ustadz Abu sejak tahun 2003 ini menyatakan selama ini Ustadz Abu tak pernah terbukti di persidangan. “Ustad waktu Bom Bali kan dituduh terlibat tetapi bebas. Berarti putusan ini didahului. Saya memberikan statemen pada waktu itu bahwa putusan MA termasuk intervensi Amerika, yang mengatakan bahwa beliau teroris.”

Tulisan ini bersambung ke halaman selanjutnya

 

Leave a Reply